Friday, April 25, 2014

Resensi Selalu Ada Kapal untuk Pulang


Selalu ada Kapal untuk Pulang

Judul Buku      : Selalu Ada Kapal untuk Pulang                                                                   
Pengarang       : Randu Alamsyah                                                                 
Edittor             : Muhajjah                                                                                                      
Penerbit           : DIVA Press (Anggota IKAPI )                                                                   
Cetakan           : 1 April 2013                                                                                                 
Ukuran            : 14 X 20 cm                                                                                                  
Jumlah             : 272 halaman                                                                                                 
Jenis                : Fiksi
Poy dan Apin, dua sahabat dari Mananggu -desa yang terletak dua ratus kilometer dari pusat Kota Gorontalo- pergi ke Kota Gorontalo untuk kuliah di Sekolah Tinggi Islam demi mewujudkan cita-cita mereka menjadi guru. Setelah menjadi mahasiswa, Apin aktif dalam sebuah organisasi kampus yang senang mengadakan demo. Sedangkan Poy, sulit beradaptasi dengan kehidupan kampus yang tidak mencerahkan baginya. Ospek, demo, dan dosen-dosen yang tidak berkualitas membuat Poy merasa lelah. 

Suatu hari, ketika kuliah diliburkan selama sepekan dan Apin pulang ke Mananggu, Poy menemani Mud, salah satu teman kuliahnya yang sedang sakit, pergi ke Luwuk, Banggai (Sulawesi Tengah). Di sana, Poy mengenal para usradz yang bekerja di sebuah pesantren bagi anak-anak miskin. Perkenalannya dengan mereka membuka kehidupan baru bagi Poy. Ia mendapat tawaran untuk mengajar agama dan bahasa Arab di pesantren. Khusus untuk bahasa Arab, memang tidak ada guru yang mengajar. Bahkan, salah satu ustadz yaitu Yazuri yang mengajar bahasa Inggris dan dijuluki Ustadz Hebat, tidak mengetahui bahasa Arab kecuali bismillaahir rahmaanir rahiim

Akhirnya, Poy tidak kembali ke Gorontalo, menjadi guru di pesantren dan menyandang nama Ustadz Poy. Sayangnya, setelah cita-cita sederhananya tercapai tanpa perlu harus lulus kuliah, Poy tidak otomatis mendapatkan ketenangan dan merasa bahagia. Poy berhadapan dengan realitas bahwa sebenarnya pesantren itu didirikan hanya untuk mendapatkan keuntungan dengan mendidik anak-anak miskin. Semua sumbangan sembako yang ditujukan bagi anak-anak miskin itu dijual lagi untuk kepentingan pribadi Ustadz Syamsu, pendiri pesantren. Seharusnya Poy menyadari sejak awal saat ia terkejut di pesanten itu tidak memiliki pelajaran agama dan bahasa Arab. 

Delapan tahun kemudian, sementara Poy terlunta-lunta di Banggai, sahabatnya Apin yang dulunya aktivis pergerakan kampus telah menjadi anggota dewan Kabupaten Pemekaran Boalemo di Gorontalo. Apin bukan lagi pemuda miskin dari Mananggu karena ia sedang menikmati kemakmuran hidup karena pekerjaannya.

Selama delapan tahun, mereka tidak pernah berhubungan. Poy tidak pernah mengirimkan kabar ke Gorontalo. Akhirnya, Apin memutuskan untuk mencari Poy dengan maksud membawanya pulang kampung. Pencarian yang dilakukan dengan menapaktilasi jejak Poy memberikannya pemahaman bahwa sesungguhnya kehidupan mereka telah sangat berjarak. Perbedaan pandangan, tanpa disadari, telah membentuk kehidupan mereka secara bertolak belakang. Tidak mudah bagi Apin untuk bisa membawa Poy kembali ke Gorontalo walaupun Poy masih memiliki orangtua yang sedang menunggu-nunggu kepulangannya. 
Kelebihannya :
Di bab terakhir novel ini, ada pengungkapan tidak terduga dalam surat yang dikirimkan Apin kepada Poy. Sepertinya dengan pengungkapan ini Randu hendak menandaskan bahwa selalu ada konsekuensi dari setiap jalan hidup yang kita pilih dan tempuh. 




No comments:

Post a Comment